Tuesday, August 17, 2010

Inception


Christopher Noland, sepanjang karier penyutradaraannya dalam mengorbitkan karya karyanya ke tengah publik selalu saja mendapatkan atensi yang sangat riuh bergemuruh. Entah menanti dua atau tiga bulan, setahun atau dua tahun lebihpun menjelang tanggal perilisan, tetap saja gaung yang melekat kepadanya meletup letup seantero dunia. Bahkan untuk mendramatisasi, kru kru yang terlibat didalamnya tutup mulut perihal Inception. Apakah plot dan set film ini mengarah pada disaster movie seolah olah Noland ingin memperluas jangkauan genre nya, ataukah seperti Avatar yang mengadposi karya karya besar lain agar mendapatkan naungan pencitraan visual hebat yang bernama inspirasi. Belum lagi dengan kehadiran ensemble cast yang dicintai publik karena sudah memiliki jaminan kualitas akting, menjadikan Inception adalah summer movie High Profile dalam merambah pangsa pasar.

Inilah yang menyebabkan rasa cemas yang saya miliki tidak bisa terkontrol sebagaimana mestinya lantaran bioskop terdekat didaerahku menunda jadwal pemutaraan perdananya. Seakan akan kehilangan aura hidup lantaran ekspektasi yang teramat tinggi dan berestimasi cuman dapat nonton dengan menunggu dvd dari lapak lapak di seberang rumah.

Well, mari mengenang masa masa film TDK yang melorot jatuh dalam kancah perebutan film terbaik dibeberapa ajang penting. Dimulai dari tidak tembusnya TDK dikategori utama Golden Globe. Disusul dengan kegagalan yang sama di BAFTA Oscarnya Inggris, menimbulkan Afiliasi fans fanatiknya . Akankah AMPAS berpotensi membalikkan keadaan atau tetap pada kekolotannya menjaring film film yang mengusung materi yang dicari?

Nah, dari landasan titik itulah ada semacam keharuan yang terlontarkan kepada sebuah gebrakan dahsyat dan sebuah pencapaian. Walau sebenarnya pencapaian tidak dinarasikan sebagai "kemenangan anugerah disana sini" sudah saatnya Om Noland merasakan kenikmatan menjadi nominator Oscar as best director.
Sepakat?

Inception kehadirannya bak sebuah mata air di gurun pasir Kalahari yang panasnya bukan main. Ketika banyak film film yang hanya ber fatamorgana di arena kualitas, Inception hadir mencucurkan air penyegaran kepada kita kembali betapa menyenangkannya kegiatan yang disebut menonton itu.

Ya, Inception dalam jabarannya adalah sebuah prodak yang mengusung profil Christopher Noland sebagai merk dagang yang sangat lekat dengan kata "konsistensi". Ada pertanggung jawaban yang tak terpisahkan dari dirinya terhadap karya karyanya dimata saya. Contohnya apakah persamaan "Batman Begins, The Prestige dan The Dark Knight"? Ya, bukankah ketiga film itu diganjar dua nominasi Oscar kategori Best Art Direction dan Best Cinematography..? Nah Christopher Noland menempatkan art dan balutan cinematography yang amat kental dan khas sebagai aset yang paling penting. Tepuk tangan.
Inception memperkenalkan kita pada Dom Cobb (Leonardo Dicaprio) sosok yang memiliki perangai sebagai seorang spesialis dalam mencuri rahasia orang dengan menyelusup ke alam mimpi korban, tidak untuk mengambil atau memberi informasi namun untuk mempengaruhi alam bawah sadar sang korban agar mengungkap rahasia besar yang diinginkan Cobb. Nah dari situlah kita akan dihadapkan pada problematika sang spesialis yang memiliki kerumitan hidup terhadap istrinya Mal (Marion Cottilard) yang melanda gejala psikis Cobb menyebabkan dia tidak dapat pulang kealam realita. Kemudian Cobb ditawarkan sebuah misi oleh Saito (Ken Watanabe) agar dapat pulang ke Amerika tanpa terkuaknya tuduhan apapun yang menimpanya. Dibutuhkan ahli perancang mimpi untuk itu semua yakni Ariadne (Ellen Page) juga dengan bantuan Arthur (Joseph Gordon Levitt) dan Eames (Tom Hardy) untuk mengobrak abrik alam pikiran sang korban Robert Fishcer (diperankan oleh Cillian Murphy).Percobaan inilah yang diistilahkan Insepsi.
Sekilas Inception mengingatkan kita pada The Matrix , namun mentransformasikan komputer kekonteks mimpi dimana mimpi adalah alam yang bisa kita injaki. Perumusannya sendiri sangat futuristik yakni mimpi didalam mimpi dan mimpi di luar mimpi. Setiap mimpi memiliki ikatan grafitasi yang berbeda ( ada scene dimana mimpi hanya ber grafitasi nol) begitu juga dengan dimensi waktunya.

Film ini amat detail dalam menebarkan jala ceritanya sehingga bisa saja nomaters salah sedikit tidak berkonsentrasi akan kebingungan sedang menyimak lapisan mimpi yang dimana. Untuk itu sebagai salah satu nomaters yang disebutkan tadi (hehe malu) dibutuhkan
repeated viewing bila kita mau mengatakan film ini masterpiece. Karena saya yakin satu hal "The Greatest Movie Never Finished" untuk diulang ulang.Ya.. diulang ulang.

Selain ceritanya yang sangat menarik Noland tetap menampilkan Inception dalam wadah yang sangat memukau. Aksi kejar kejaran dengan ledakan disana sini ditampilkan dengan sangat kelam dan artsy. Begitu juga dengan visual effect yang dipakai menjadikan kesan futuristiknya dicapai dengan taraf yang tinggi. Begitu juga dengan drama percintaan Cobb dan Mall yang disajikan dengan memakai kepintaran kepintaran kita. Inception telah menjawab semua rahasia rahasia itu dengan tepuk tangan . Bahkan tidak sulit memberi Standing Applouse.

Sebagai sebuah sajian yang dibanjiri cast cast mumpuni, peran peran didalamnya berakting cukup bagus hanya saja Ellen Page yang paling saya idolakan terasa tidak nyaman bermain di film serius. Seperti hendak melepaskan kecerdasan cara bicaranya sebagai si "Juno" Ellen Page tetap berusaha mendalami mimik seorang aristek yang diposisikan sebagai saksi kekacauan jiwa Cobb. Leonardo sendiri sebagai central character disini bermain sesuai dengan porsinya begitu juga dengan nyai Cottilard yang sangat matang dalam mengolah emosi sebagai istri Cobb yang malang.

Nah bagaimanakah nasib Inception kedepannya? Apakah mendapatkan tempat dari juri juri dan kritikus? Kabarnya Inception disambut baik oleh BAFTA/LA. Kabar kabar tersebutlah yang pasti selalu dinanti nanti dan menarik disimak.
Terrific........

Directed By : Christopher Noland
Cast : Leonardo Dicaprio, Marion Cottilard, Ellen PAge, Ken Watanabe
Score : 4.5/5